Senin, 08 Juni 2009

PELAKSANAAN PENGAMANAN PERBATASAN NEGARA DIHADAPKAN DENGAN PENGEMBANGAN POSTUR TNI AD

Wilayah NKRI sebagai negara kepulauan, terdiri dari lautan dan pulau-pulau besar maupun kecil yang berjumlah 17.506 pulau dan mempunyai garis pantai sepanjang 81.290 KM dengan luas wilayah sekitar 7,7 juta KM2. Sebagai Negara Kepulauan, Indonesia memiliki letak geografis yang sangat strategis berada diantara dua benua (Benua Asia dan Benua Australia) dan diantara dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik) berikut dengan kekayaan alamnya, menjadikan wilayah Negara Indonesia sebagai sasaran perebutan oleh negara-negara ataupun kelompok-kelompok yang berkepentingan dari berbagai kawasan.

Disisi lain wilayah negara Indonesia yang berbatasan langsung dengan berbagai negara tetangga baik di kawasan Asia maupun di kawasan Pasifik, berpotensi untuk terjadinya konflik yang sangat kompleks diantaranya masalah batas wilayah. Permasalahan yang menonjol lainnya yang dapat timbul yaitu : perompakan, pencurian hasil kekayaan alam, penyelundupan, pelintas batas, bahkan tidak menutup kemungkinan daerah-daerah terpencil yang merupakan pulau-pulau terluar akan dijadikan tempat kegiatan dari berbagai kelompok kepentingan termasuk kelompok teroris, sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pihak pemerintah termasuk di dalamnya TNI.

Mencermati kondisi di atas, maka untuk menjamin terwujudnya integritas nasional dan tetap tegaknya kedaulatan serta keutuhan wilayah NKRI terhadap rongrongan dari pihak-pihak tertentu, maka TNI perlu merencanakan penyiapan satuan dalam rangka pengamanan di kawasan pulau-pulau terluar yang rawan terhadap konflik.

Masalah perbatasan di wilayah NKRI dengan negara-negara lain, semakin menjadi perhatian yang penting belakangan ini, sejalan dengan maraknya perkembangan situasi tentang klaim kepemilikan pulau-pulau di belahan dunia akibat dari hukum internasional tentang batas-batas pulau dari suatu negara yang keseluruhan belum memiliki pengesahan secara hukum internasional. Pengamanan di wilayah perbatasan Indonesia merupakan tanggung jawab dari TNI untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI guna menghadapi berbagai ancaman yang datang dari luar negeri maupun dalam negeri. Hal-hal inilah yang melatar belakangi pemikiran bahwa pengamanan perbatasan yang dilaksanakan oleh TNI harus memiliki kemampuan yang handal agar mampu menjawab berbagai permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan dengan dilandasi pemikiran yang mengacu pada paradigma nasional yang telah disepakati. Paradigma nasional tersebut dijadikan pedoman bagi prajurit TNI untuk mengemban tugas dan tanggung jawab pengamanan wilayah perbatasan sehingga pada gilirannya berhasil dalam mewujudkan stabilitas nasional

Wilayah perbatasan Indonesia sebagai wilayah kedaulatan suatu negara secara universal memiliki peran strategis dalam penentuan kebijakan pemerintah, baik untuk kepentingan nasional maupun hubungan antar negara. Persoalan wilayah perbatasan dan kepemilikan pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga harus memiliki kejelasan hukum internasional yang mengatur batas-batas negara yang diukur dari pulau terluar, sehingga integritas NKRI harus dipertahankan dengan mengamankan seluruh pulau-pulau terluar Indonesia, hilangnya pulau terluar Indonesia seperti Pulau Sipadan dan Ligitan berdampak pada hilangnya sebagian teritorial dan sumber kekayaan alam Indonesia sehingga sangat pentingnya pengamanan pulau-pulau terluar di wilayah NKRI yang dilaksanakan oleh TNI dalam rangka menjaga kedaulatan NKRI.

Masalah pengamanan perbatasan di wilayah NKRI berkaitan dengan sistem pertahanan negara Indonesia dan menjadi tanggung jawab TNI, masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas, seperti adanya klaim oleh negara Malaysia terhadap wilayah yang bukan haknya, penyelundupan barang/orang, pencurian sumber kekayaan alam terutama di wilayah yang jauh dari jangkauan pengawasan seperti di Pulau Rondo, Pulau Nasi, Pulau Bangkaru, Pulau Haloban, Pulau Nipah, Pulau Karimata, Pulau Serutu, Pulau Maratua, Pulau Derawan, Pulau Sebatik, Pulau Berhala, Pulau Derawan, Pulau Minangas, Pulau Marore, Pulau Marampir, Pulau Morotai, Pulau Liang, Pulau Wetar, Pulau Kisar, Pulau Pani, Pulau Brasi, Pulau Batek, Pulau Mangudu, Pulau Dana, dan Pulau Enggano.

Pulau-pulau terluar di wilayah NKRI yang berjumlah sekitar 92 pulau, diantaranya terdapat 28 pulau yang berpenduduk dan selebihnya tidak berpenduduk sedangkan untuk pulau-pulau yang berpenduduk pada dewasa ini sebagian telah terdapat aparat pemerintah dan selebihnya belum terdapat aparat pemerintah. Kondisi wilayah perbatasan pada saat ini bila ditinjau dari aspek pengamanan memiliki tingkat kerawanan yang berbeda-beda, utamanya kerawanan terjadinya konflik dengan negara tetangga dan kerawanan akibat kegiatan illegal oleh pihak asing maupun dari pihak-pihak tertentu yang dapat merongrong kedaulatan NKRI. Menurut laporan dari masing-masing Kodam saat ini terdapat 26 pulau yang dinilai memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi penanganan wilayah perbatasan di Indonesia masih lemah dan belum dikelola secara optimal.

Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan ada yang tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian pemerintah. Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan, Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu pertahanan dan keamanan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/belum memiliki perjanjian dengan Indonesia. Kenyataan kondisi sekarang pulau-pulau terluar belum dapat diamankan seluruhnya oleh TNI AD secara fisik terutama pulau-pulau yang memiliki nilai strategis.

Banyaknya wilayah perbatasan yang kurang pengawasan dan diamankan oleh TNI sehingga menimbulkan kemudahan bagi pihak-pihak asing untuk memanfaatkan pulau-pulau terluar yang tidak berpenghuni atau berpenghuni tetapi tidak terdapat aparat keamanan sebagai tempat persinggahan atau basis mereka untuk melakukan aksi kegiatan illegal loging, illegal minning, illegal fishing, illegal traficking, penyelundupan, perompakan, turis/imigran gelap dan nelayan asing yang masuk tanpa ijin, persinggahan terorisme, penyusupan lintas batas serta klaim kepemilikan pulau-pulau terluar oleh negara-negara tetangga. Kondisi ini terjadi disebabkan karena lemahnya pengawasan keamanan yang dilakukan oleh TNI dan penegakan hukum di wilayah yurisdiksi laut Indonesia.

Pembangunan pertahanan negara sampai dengan saat ini baru menghasilkan postur pertahanan negara dengan kekuatan yang masih terbatas, terutama perimbangan gelar kekuatan TNI dengan kemampuan Pemerintah Daerah bila dihadapkan dengan tugas, luas wilayah, jumlah penduduk dan nilai kekayaan nasional yang harus dijamin keamanannya.

Adapun berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Gelar Kekuatan TNI dalam rangka pengelolaan dan pengamanan wilayah perbatasan adalah :

Pertama, belum terpenuhinya minimum essential force Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyebabkan tugas-tugas TNI dalam rangka menegakkan kedaulatan dan keutuhan NKRI masih terkendala. Kurang memadainya kondisi dan jumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista), sarana dan prasarana, serta masih rendahnya tingkat kesejahteraan anggota TNI merupakan permasalahan yang selalu dihadapi dalam upaya meningkatkan profesionalisme TNI. Peralatan militer yang dimiliki kebanyakan sudah usang dan ketinggalan zaman dengan rata-rata usia lebih dari 20 tahun. Dengan wilayah yang sangat luas baik wilayah daratan, laut, maupun udara, maka kondisi kuantitas, kualitas, serta kesiapan operasional alutsista yang kurang memadai sangat mustahil untuk dapat menjaga integritas dan keutuhan wilayah yurisdiksi secara optimal, terlebih lagi bila timbul permasalahan lain yang tidak terduga seperti permasalahan di wilayah perbatasan tidak dapat dengan mudah diselesaikan secara cepat karena teritorial TNI AD/gelar satuan TNI AD di wilayah perbatasan khususnya bagi pulau yang berpenghuni belum seluruhnya ada terbatas hanya pada Pulau Nasi, P. Nipah, P. Karimata, P. Maratua, P. Derawan, P. Sebatik, P. Miangas, P. Marore, P. Morotai, P. Lirang, P. Wetar, P. Kisar, dan P. Enggano serta gelar satuan TNI AD hanya berupa pos pengamanan dan pos koramil sehingga dengan melihat kondisi tersebut akan menimbulkan kerawanan terhadap ketahanan wilayah dan dapat dengan mudah pihak asing mempengaruhi masyarakat Indonesia di pulau-pulau terluar terutama di P. Haloban, P. Serutu, P. Marampit dan P. Brasi serta adanya klaim kepemilikan pulau-pulau terluar seperti terhadap Pulau Batek oleh RTDL. Dengan mudahnya pihak asing yang masuk ke pulau-pulau terluar Indonesia untuk melakukan kegiatan illegal bahkan mengklaim kepemilikan pulau-pulau terluar indonesia, hal ini menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi keutuhan dan kedaulatan NKRI.

Kedua, adanya pulau-pulau terluar yang tidak bepenghuni tetapi memiliki nilai yang sangat strategis terhadap kedaulatan NKRI seperti Pulau Rondo, P. Bengkaru, P. Berhala, P. Sekatung, P. Pani, P. Batek, P. Mangudu dan P. Dana apabila pulau tersebut tidak diamankan secara fisik oleh TNI AD akan menimbulkan kerawanan konflik dan lepasnya pulau. Saat ini TNI AD belum mampu mengamankan wilayah perbatasan tersebut dengan menggelar kekuatan secara fisik di wilayah tersebut dihadapkan pada terbatasnya sarana dan prasarana pendukung seperti belum adanya pos-pos pengamanan, sarana transportasi laut yang di gunakan untuk mobilitas pasukan dihadapkan pada letak geografis pulau tersebut yang relatif jauh dari pulau pulau besar dan sarana komunikasi yang kurang memadai. Saat ini TNI baru melaksanakan pengamanan wilayah perbatasan tersebut khususnya bagi pulau yang tidak berpenghuni melalui patroli-patroli laut oleh Armada TNI AL terbatas pada Pulau Berhala dan Pulau Nipah, tetapi pelaksanaannya tidak dilaksanakan secara terus menerus dihadapkan pada kemampuan kapal yang sudah tua dan luasnya lautan Indonesia, dengan kondisi ini maka perlu adanya dukungan yang memadai guna pelaksanakan gelar kekuatan TNI dalam rangka menjaga keutuhan dan kedaulatanNKRI.

Keterbatasan dukungan anggaran yang disediakan untuk TNI berdampak pada sulitnya mempertahankan kekuatan dan kemampuan yang ada. Dari alokasi anggaran TNI, sebesar 54 persen diperuntukkan bagi belanja pegawai dan sebesar 27 persen diperuntukkan bagibelanja barang/jasa. Sementara itu untuk kebutuhan pembangunan materiil (belanja modal) dalam upaya memperpanjang usia pakai alutsista yang ada, porsinya hanya 27 persen. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi pengembangan TNI ke depan mengingat prosentase terbesar alokasi anggaran TNI digunakan untuk belanja rutin (belanja pegawai dan belanja barang/jasa). Rendahnya alokasi anggaran rupiah untuk pembangunan materiil dihadapkan dengan besarnya anggaran untuk memenuhi kebutuhan dalam pengadaan dan pemeliharaan kesiapan operasional alutsista TNI, menyebabkan ketidak-mampuan TNI untuk menggelar kekuatan TNI AD secara fisik di seluruh pulau-pulau terluar khususnya bagi pulau yang sudah ada penduduknya dan menggelar kekuatan TNI AL untuk melaksanakan patroli-patrili laut karena kesemuanya ini membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk pemenuhun sarana dan prasarana pendukung yang dibutuhkan dalam rangka pengamanan pulau-pulau terluar, sarana dan prasaran yang dibutuhkan guna mendukung pelaksanaan pengamanan pulau-pulau terluar seperti : 1) pembangunan Pos-pos pengamanan TNI AD berupa barak, gudang dan dermaga serta Pos Koramil dan perumahan anggota Koramil ; 2) dibutuhkannya sarana transportasi berupa kendaraan taktis dan KMC seperti KMC RIB (Right Inflatable Boat), KMC V-22, KMC Ton dan LCR yang di gunakan untuk mobilitas pasukan ; 3) dibutuhkannya sarana komunikasi yang memadai berupa Radio HF SSB, Radio HF SSB Manpack, Radio GTA, Base Station, Repeater UHF dan HT yang digunakan untuk hubungan cepat antara satuan operasional dengan satuan pengendali ; dan 4) dibutuhkannya persenjataan yang mampu mengcover area pengamanan pulau-pulau terluar seperti SPG dan SMB.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagai negara kepulauan yang berwawasan nusantara, maka Indonesia harus menjaga keutuhan wilayahnya. Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian Pemerintah.

Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian dengan Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 12 (dua belas) pulau terluar yang berpotensi rawan konflik dan kemungkinan hilang karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, keadaan tersebut harus segera ditindak lanjuti dengan mengoptimalisasi kekuatan TNI AD sebagai perangkat pengamanan wilayah NKRI.

TNI sebagai komponen utama pertahanan negara memandang perlu untuk meningkatkan kemampuannya dan gelar kekuannya dalam rangka mengoptimalisasikan pengamanan wilayah perbatasan guna menjaga keutuhan wilayah NKRI.

Demikian essay singkat tentang pelaksanaan pengamanan perbatasan negara dihadapkan dengan pengembangan postur TNI AD ini dibuat, semoga melalui pembahasan pada essay ini dapat bermanfaat sebagai landasan berpikir dan bahan pertimbangan bagi semua pembaca.



Referensi :

Bujuklak TNI tentang pengamanan pulau-pulau terluar di wilayah NKRI No Perpang/13/VII/2007 tgl 11 Juli 2007

Website buletinlitbang.dephan.go.id, diakses 23 Mei 2009 pukul 22.00 WIB



Share on Facebook

Label:

diposting oleh ichsani @ Senin, Juni 08, 2009  

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda