Rabu, 09 September 2009

TINJAUAN TENTANG KECENDERUNGAN TUMBUH SUBURNYA TERORISME DI INDONESIA

Terorisme telah berkembang menjadi ancaman paling serius bagi stabilitas keamanan internasional dan nasional di masa kini maupun di masa mendatang. Berbagai peristiwa teror bom di Indonesia yang diidentifikasi sebagai aksi teroris mengindikasikan bahwa wilayah Indonesia rawan terhadap kegiatan terorisme. Kecenderungan aksi teror di Indonesia secara umum diperkirakan meningkat terutama karena terkait dengan kondisi bangsa dan negara Indonesia yang rentan terhadap timbulnya konfliks dan sedang mengalami krisis multi dimensi. Kondisi ini kemudian mendorong lahirnya komitmen bangsa Indonesia untuk berupaya mengatasinya secara maksimal, terpadu, intensif dan komprehensif, salah satunya melalui peningkatan tindakan preventif dengan memberdayakan masyarakat dalam rangka mencegah munculnya tindakan terorisme.

Kegiatan terorisme senantiasa memanfaatkan lingkungan masyarakat baik untuk merencanakan, bersembunyi maupun untuk melakukan aksinya, sehingga akan menimbulkan korban jiwa maupun harta benda, Oleh karena itu, potensi masyarakat yang secara struktural telah tersusun dari tingkat propinsi hingga tingkat RT/RW perlu diberdayakan secara optimal untuk mengantisipasinya melalui pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengantisipasi ancaman terorisme saat ini sudah dilakukan, namun masih terbatas di kota yang rawan ancaman teroris seperti DKI Jakarta. Program pemberdayaan masyarakat tersebut belum komprehensif dan belum mampu mendorong peranserta aktif masyarakat untuk mencegah kegiatan terorisme.

Sejak terjadinya serangan teroris terhadap kompleks Pentagon di Washington, D.C. dan gedung World Trade Center di New York pada tanggal 11 September 2001, terorisme telah berubah menjadi fenomena global yang jaringannya tersebar luas di seluruh dunia dan menjadi ancaman semua negara. Seperti halnya gerakan global lainnya, yang melibatkan berbagai organisasi di berbagai negara untuk mencapai tujuannya, terorisme juga memiliki sifat sebagai suatu jaringan yang kompleks, yang bagian-bagiannya terdapat di beberapa negara . Terorisme tidak dapat lagi diatasi secara berdiri sendiri oleh satu badan atau satu negara saja, karena jaringan operasionalnya telah mencakup lintas negara, modus operandi yang kompleks dan berubah–ubah serta penggunaan teknologi yang senantiasa mengikuti perkembangan jaman. Dengan kondisi tersebut, untuk dapat memelihara stabilitas keamanan nasionalnya, selain dituntut untuk mampu mengatasi tindak kekerasan terorisme secara mandiri, maka suatu negara termasuk Indonesia, juga dituntut untuk mampu bekerjasama dengan negara lain, baik secara bilateral, regional maupun internasional.

Tindak kekerasan terorisme yang juga melanda bangsa Indonesia, berkembang sangat pesat pada kurun waktu beberapa tahun terakhir, seiring dengan trend perkembangan terorisme global. Masyarakat Indonesia yang memiliki latar belakang jiwa militansi yang tinggi, sangat rentan terhadap upaya rekrutmen jaringan terorisme. Berbagai fakta selama ini telah membuktikan bahwa telah banyak anggota masyarakat Indonesia yang terlibat dalam jaringan terorisme, bahkan sampai kepada jaringan terorisme Internasional, dan melakukan aksi teror secara brutal, khususnya yang dilakukan di dalam negeri. Untuk dapat menanggulangi hal tersebut, Indonesia telah melakukan berbagai upaya penanganan yang antara lain dilakukan dengan pengembangan kemampuan dan peningkatan kegiatan komponen nasional yang terkait dengan penanganan terorisme tersebut, namun sejauh ini upaya-upaya yang dilakukan tersebut masih belum mampu membawa hasil yang optimal dan bahkan ancaman terorisme masih dirasakan oleh masyarakat sampai dengan saat ini.

Sejak berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan runtuhnya negara-negara komunis menjadikan negara Amerika Serikat sebagai Negara Adi Daya sekaligus menjadi polisi dunia yang secara terus menerus berusaha mengembangkan pengaruhnya terutama terhadap negara-negara lain khususnya negara-negara berkembang. Berbagai upaya dilakukan negara-negara maju untuk menanamkan pengaruhnya diantaranya melalui bidang ekonomi, politik dan sosial budaya. Sejalan dengan berakhirnya perang dingin yang disusul dengan arus globalisasi, berkembang issu demokratisasi, lingkungan hidup, HAM dan terorisme. Issu ini dihembuskan Negara Adi Daya yang digunakan sebagai sarana untuk menekan negara-negara berkembang. Tragedi World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat yang terjadi pada tanggal 11 September 2001 telah menghentakkan dunia dan merupakan titik awal menetapkan terorisme sebagai musuh bersama masyarakat Internasional. Kejadian ini sekaligus merubah image terorisme yang selama ini digunakan sebagai alat penekanan menjadi bentuk baru perang dan merupakan ancaman asimetri serta menjadi ancaman nyata bagi dunia. Kampanye global memerangi terorisme dilakukan dengan melakukan langkah-langkah kongkrit secara intensif dan setiap negara wajib menyelidiki kelompok teroris, mengidentifikasi sumber dan aliran dana teroris serta menghentikannya. Upaya nyata dan kerja masyarakat Internasional sampai saat ini belum mampu menghentikan aksi terorisme Internasional.

Negara Indonesia merupakan negara berkembang dengan posisi yang sangat strategis memegang peranan penting di Asean menjadi salah satu sasaran terorisme. Berbagai permasalahan dalam negeri dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mencapai tujuannya dengan melakukan kegiatan teror. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa sangat rentan dimanfaatkan untuk menimbulkan konflik termasuk kegiatan terorisme. Tragedi Bom Bali yang terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002 adalah kegiatan terorisme yang diindikasikan merupakan bagian dari jaringan terorisme Internasional. Sementara tragedi bom Bali belum dapat diungkap dengan tuntas, kembali terjadi peledakan bom di depan kedutaan Australia di daerah Kuningan Jakarta. Peledakan bom yang dilakukan terorisme dan beberapa peledakan lainnya menguatkan issu yang dikembangkan Negara Adi Daya bahwa Indonesia sebagai sarang terorisme. Dampak yang timbul baik di dalam maupun di luar negeri sangat luas implikasinya, sehingga pemerintah RI terus berupaya melakukan langkah pencegahan dan penanggulangan terhadap aksi terorisme. Upaya yang dilakukan aparat keamanan sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal bahkan masih terjadi peledakan bom di beberapa daerah dengan skala kecil namun dampaknya cukup luas.

Pertahanan negara bertujuan untuk menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 terhadap segala bentuk ancaman, baik yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri dalam rangka tercapainya tujuan nasional. Salah satu ancaman yang merupakan ancaman militer adalah Aksi Teror Bersenjata yang dapat mengancam stabilitas keamanan serta keutuhan bangsa dan negara. Selama dekade terakhir aktivitas terorisme di Indonesia telah menunjukan intensitas yang cukup tinggi. Sejak tahun 1998 tercatat telah terjadi aksi teror sebanyak 79 kali. Di antara aksi teror tersebut yang sangat menonjol adalah peristiwa pemboman tempat-tempat ibadah, Bom Bali I dan II, pemboman kedutaan Australia dan pemboman Hotel JW Marriot. Mencermati peristiwa-peristiwa tersebut terlihat bahwa kemampuan kelompok teroris dalam penguasaan teknologi canggih telah meningkat dalam rangka melancarkan aksi terornya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa terorisme merupakan ancaman serius bagi stabilitas keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aksi-aksi terorisme yang terjadi dalam rentang waktu yang relatif singkat tersebut menunjukkan lemahnya aparat negara dalam mencegah dan menanggulangi aksi terorisme tersebut.

Rentetan aksi-aksi pemboman dalam serangkaian aksi terorisme yang terjadi di wilayah Republik Indonesia sudah memunculkan rasa takut masyarakat secara mendalam, berdampak pada korban nyawa dan kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak menguntungkan pada kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan Indonesia dengan dunia intenasional. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang telah diamanatkan oleh Undang-undang sebagai alat negara yang berfungsi sebagai alat pertahanan negara, dengan tugas pokok menegakkan kedaulatan negara dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, semakin dituntut untuk mampu membina dan menyiapkan kemampuan dan kekuatan agar dapat digunakan secara efisien dan efektif untuk menghadapi ancaman baik dari luar maupun dalam negeri, termasuk menghadapi aksi terorisme bersenjata. Secara khusus di Indonesia, peristiwa-peristiwa yang terkait dengan aksi terorisme telah terjadi dalam periode waktu cukup panjang yang dapat dicermati dalam kejadian-kejadian seperti pengeboman Mesjid Istiqlal (1978), pembajakan Pesawat Woyla (1981), pengeboman Kantor BCA Jakarta (1984) dan Candi Borobudur (1985), penyanderaan di Mapenduma (1996) sampai dengan kejadian terakhir yang sangat menonjol yaitu peristiwa Bom Bali (2002), Bom Marriot (2003) dan Bom Kuningan (2004), Peristiwa Bom poso dan Maluku dalam konflik Horisontal.

Jaringan terorisme dalam perkembangannya telah membangun organisasi dan mempunyai jaringan global dimana kelompok-kelompok terorisme yang beroperasi di berbagai negara telah terkooptasi oleh suatu jaringan terorisme Internasional dan mempunyai hubungan dan mekanisme kerjasama satu sama lain baik dalam aspek operasional maupun aspek pendukung. Dengan tertangkapnya para pelaku teroris kasus Bom Bali maka terungkap bahwa jaringan teroris di Indonesia memiliki hubungan dengan para pelaku teroris yang tersebar di berbagai negara khususnya di wilayah Asia Tenggara seperti Malaysia, Philipina dan Singapura. Kondisi ini menunjukkan bahwa pelaku teroris merupakan suatu kelompok yang melakukan aksi teroris terhadap kepentingan Barat sebagai upaya untuk melawan keberpihakan AS dalam persengketaan wilayah di Palestina. Kecenderungan aksi teror di Indonesia secara umum diperkirakan meningkat terutama karena terkait dengan kondisi bangsa dan negara Indonesia yang rentan terhadap timbulnya konflik dan sedang mengalami krisis multi dimensi. Bentuk aksi teror yang terjadi di Indonesia beraneka ragam sifatnya, namun yang paling populer adalah pengeboman, adapun latar belakang atau motif yang mendasari aksi teror tersebut dapat berupa: ekstrimisme ideologi/kelompok radikal, kebanggaan yang berlebihan terhadap kesukuan yang mengarah pada separatisme, dan kelompok kepentingan tertentu, dan gerakan komunisme.

Jika dicermati lebih lanjut atas kasus-kasus terorisme di berbagai tempat di dunia maupun di Indonesia, tampak bahwa tujuan-tujuan taktik teroristis dapat meliputi beberapa tujuan, yaitu: upaya untuk mempublikasikan suatu alasan lewat aksi kekejaman yang prosesnya cepat dan massif, aksi balas dendam terhadap rekan atau anggota kelompok, katalisator bagi militerisasi atau mobilisasi massa, menebar kebencian dan konfliks interkomunal, mengumumkan musuh atau kambing hitam, menciptakan iklim panik massa, menghancurkan kepercayaan publik terhadap pemerintah danaparat keamanan, dan lain sebagainya.

Apapun latar belakang dan motif terorisme, yang jelas terorisme sangat membahayakan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia maupun dalam pergaulan antar bangsa. Oleh karena itu, semua pihak sepakat bahwa dalam memerangi teroris, di samping langkah-langkah nyata untuk mengatasinya berupa penegakan hukum (penangkapan, penahanan dan membawa pelaku ke depan sidang pengadilan), secara bersamaan pula perlu dilakukan pemahaman tentang akar permasalahan yang melatarbelakangi atau yang menjadi penyebab timbulnya terorisme dan menetapkan langkah-langkah kebijakan dalam mengambil tindakan preventif, preemptif dan represif.

Teror bom di Indonesia telah menjadi sorotan masyarakat dan telah menimbulkan kecemasan, rasa takut bagi masyarakat luas serta memberi kesan negatif akan kondisi keamanan di Indonesia dalam pandangan dunia Internasional. Disisi lain, aksi teror termasuk ledakan bom yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa terorisme telah ada di sekitar masyarakat dan peristiwa tersebut telah menyadarkan kita untuk terus berupaya mengatasinya secara maksimal, terpadu, intensif dan komprehensif. Untuk mencegah terulangnya aksi terorisme, Pemerintah beserta seluruh instansi terkait telah melakukan llangkah-langkah preventif dan antisipatif antara lain memberlakukan standar keamanan di setiap lingkungan masyarakat maupun di tempat- tempat umum seperti lokasi hotel, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Namun demikian, usaha tersebut tidaklah cukup bila tidak dibarengi dengan peran serta masyarakat secara maksimal.

Di Indonesia ancaman teror mulai merebak dengan serangkaian serangan bom di sejumlah gereja di Indonesia pada malam natal tahun 2000. Sejak saat itu hampir setiap tahunnya Indonesia mengalami serangan teror. Beberapa aksi terorisme yang berskala besar antara lain Bom Bali I (2002), bom Hotel Marriott (2003), bom di Kedutaan Australia, Jakarta (2004), dan bom Bali II (2005). Jemaah Islamiah (JI) merupakan organisasi teroris yang berada di balik aksi terorisme tersebut. Meski sebagian besar tokoh-tokoh JI seperti Hambali, Abu Dujana, DR Azahari telah tertangkap ataupun terbunuh, organisasi ini masih cukup aktif dan berbahaya. Dari serangan teror tersebut terlihat bahwa ancaman terorisme di Indonesia dewasa ini telah jauh lebih berbahaya dibanding ancaman terorisme di era 70-80an. Kelompok teroris saat ini memiliki jaringan internasional yang luas yang menyangkut bidang pelatihan dan pendanaan. Dengan berkembangnya modus operandi bom bunuh diri, terlihat bahwa generasi kelompok teroris saat ini juga lebih resilien dan militan dengan didukung kemampuan dan keahlian yang meningkat.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terorisme telah berkembang menjadi ancaman paling serius bagi stabilitas keamanan internasional dan nasional di masa kini maupun di masa mendatang. Kegiatan terorisme senantiasa memanfaatkan lingkungan masyarakat baik untuk merencanakan, bersembunyi maupun untuk melakukan aksinya, sehingga akan menimbulkan korban jiwa maupun harta benda, Oleh karena itu, potensi masyarakat yang secara struktural telah tersusun dari tingkat propinsi hingga tingkat RT/RW perlu diberdayakan secara optimal untuk mengantisipasinya melalui pemberdayaan masyarakat. Negara Indonesia merupakan negara berkembang dengan posisi yang sangat strategis memegang peranan penting di Asean menjadi salah satu sasaran terorisme. Berbagai permasalahan dalam negeri dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mencapai tujuannya dengan melakukan kegiatan teror. Mencermati peristiwa-peristiwa tersebut terlihat bahwa kemampuan kelompok teroris dalam penguasaan teknologi canggih telah meningkat dalam rangka melancarkan aksi terornya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa terorisme merupakan ancaman serius bagi stabilitas keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Demikian essay singkat tentang tinjauan kecenderungan tumbuh suburnya terorisme di Indonesia ini dibuat, semoga melalui pembahasan pada essay ini dapat bermanfaat sebagai landasan berpikir dan bahan pertimbangan bagi semua pembaca.

diposting oleh ichsani @ Rabu, September 09, 2009  

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda